Jumat, 13 Juni 2014

Mengenal Indonesia Melalui Kuliner


Di mata orang asing, keragaman kuliner khas dari berbagai daerah di Indonesia, dengan berbagai cita rasa yang menggoda lidah dan perut itu, mendapatkan acungan jempol.

Keragaman kuliner Indonesia merupakan cermin pluralitas budaya bangsa Indonesia yang belum banyak ditemui pada kuliner bangsa-bangsa lain di dunia. Pujian mengenai keragaman kuliner Indonesia datang dari Hisanori Kato. Dalam bukunya Kangen Indonesia: Indonesia di Mata Orang Jepang, ia mengemukakan kekagumannya terhadap keragaman kuliner Indonesia. Hisanori Kato lama tinggal di Indonesia.Ia kerap mencicipi aneka macam kuliner khas daerah di warungwarung.


Menurut Kato,makanan Indonesia merupakan harta karun,tak hanya lezat tapi juga kaya akan rasa. Kato memberi contoh masakan Jawa. Masakan Jawa, Kato menilai, cenderung memiliki rasa yang manis, sedangkan masakan Padang dominan dengan rasa pedas.“ Makanan Jawa yang manis berlawanan dengan masakan Padang yang pedas,”ujar Kato.( halaman 21) Bagaimana dengan soto Makassar dan ikan bakar Sulawesi?

Makanan asli bumi angin mamiri itu, kata alumnus Fakultas Sastra Universitas Hosei Tokyo itu, merupakan makanan yang enak dan unik.Bahkan, kedua jenis kuliner ini dianggapnya mewakili identitas Indonesia di ranah makanan. Bagi Kato, keragaman kuliner di berbagai daerah itu bukan sekadar keragaman pemenuhan rasa lapar dan dahaga. Berbagai macam kuliner khas daerah itu mencerminkan keragaman budaya Indonesia.

Makanan Indonesia yang beragam rasa itu merupakan potret Bhinneka Tunggal Ika masyarakat Indonesia. Indonesia tidak hanya memiliki beragam suku, tetapi juga mempunyai beragam rasa. Dan, semua rasa itu telah dijaga oleh payung besar yang disebut warung.(halaman 34) Aneka macam kuliner khas Indonesia juga mengingatkan Kato pada kuliner khas negaranya (Jepang).


Ia,misalnya,membandingkan rasa bakso dan bakwan Malang dengan beberapa makanan khas Jepang. “Gorengan mengingatkan saya akan tempura Jepang. Bakso mirip sajian Oden di Jepang. Lalu,bakwan Malang yang juga salah satu makanan favorit saya merupakan kombinasi yang saling melengkapi antara kuahnya yang bersambal dengan isinya, juga seperti Oden di Jepang”( halaman 28).

Tak hanya keragaman kuliner yang menarik perhatian Hisanori Kato. Dalam buku setebal 144 halaman ini,ia juga cara makan orang Indonesia. Menurut dia,cara makan mencerminkan budaya suatu bangsa. Ketika makan, misalnya, orang Indonesia menggunakan tangan. Sedangkan orang Barat makan dengan menggunakan garpu, sendok, dan pisau. Cara makan orang Barat menyiratkan superioritas manusia terhadap alam.

Beda dengan budaya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia,yang makan dengan menggunakan tangan. Makan menggunakan tangan menjelaskan hubungan manusia dengan alam. Dalam bukunya ini, Kato tak hanya menyoroti kuliner, tapi juga transportasi di Indonesia. Mengenai sarana angkutan di negeri ini,ia mengungkapkan rasa heran, prihatin bahkan takut karena ketidaknyamanan menggunakan jasa transportasi massal.

Kato kaget dan takut ketika banyak bus kota yang pernah ditumpanginya tak memiliki pintu. Sudah tanpa pintu masih juga melaju dengan kecepatan tinggi. Ia juga waswas terhadap perilaku sopir bus kota yang tidak konsentrasi saat menyetir. Di Jakarta,banyak sopir bus yang menyetir sambil makan gorengan. Belum lagi banyak pencopet turun naik bis seenaknya.

Di Jepang, katanya, tidak ditemui hal seperti itu. Menggunakan transportasi umum atau massal di Indonesia memang bertolak belakang dengan menikmati kuliner. Namun, menurutnya, ada sisi positif tatkala melihat orang Indonesia menggunakan transportasi massal.

Ia memberi contoh, antrean panjang pada jam jam sibuk di halte Transjakarta. Antrean panjang menunggu bis membutuhkan kesabaran. Kato menganggap orang Indonesia hebat dalam hal kesabaran. Para penumpang rela menunggu bus tanpa mengeluh, walau hingga berjam- jam.

Kesan lain yang muncul dari Hisanori Kato selama menikmati layanan angkutan massal di Jakarta, adalah keramahan orang Indonesia.Menurut dia, ada sikap peduli terhadap sesamanya dalam bus kota dan Transjakarta. Misalnya,memberikan tempat duduk kepada penumpang yang lebih tua, wanita hamil atau wanita yang membawa anak kecil. Keramahan dan kepedulian itu kini tidak ada di negaranya, Jepang.

Terhadap keramahan terhadap sesama penumpang itu, Kato mengatakan bahwa masyarakat Jepang seharusnya belajar pada orang Indonesia. Sebab, itu merupakan salah satu nilai yang perlu ditiru. Reza Akbar Felayati, Pelajar Sekolah Internasional Ciputra Surabaya

Sumber Referensi ; http://www.koran-sindo.com/node/285146

Tidak ada komentar:

Posting Komentar